Kepemimpinan dalam Perspektif Al-Qur'an


Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
A.     Latar Belakang
Perihal mengenai kepemimpinan dalam Islam merupakan suatu wacana yang selalu menarik untuk didiskusikan. Wacana kepemimpinan dalam Islam ini sudah ada dan berkembang, tepatnya pasca Rasulullah SAW wafat. Wacana kepemimpinan ini timbul karena sudah tidak ada lagi Rasul atau nabi setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Dalam firman Allah SWT dikatakan bahwa Al-qur’an itu sudah bersifat final dan tidak dapat diubah-ubah lagi. Sehingga Rasulullah SAW adalah pembawa risalah terakhir dan penyempurna dari risalah-risalah sebelumnya.
“ Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya.”(Q.S Al-An’am:115).
Tidaklah mungkin akan ada seorang nabi baru setelah Rasulullah SAW. Karena ketika ada seorang nabi baru setelah Rasulullah SAW maka akan ada suatu risalah baru sebagai penyempurna dari risalah sebelumnya, sehingga artinya Al-qur’an tidaklah sempurna dan Allah menjadi tidak konsisten terhadap pernyataannya yang ia sebutkan dalam ayat di atas.
Kepemimpinan dalam konsep Al-Qur’an disebutkan dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan aplikasinya.
Seorang pemimpin harus mengatahui keadaan umatnya, merasakan langsung penderitaan mereka. Seorang pemimpin harus melebihi umatnya dalam segala hal: keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah, keberanian dan keutamaan, sifat dan prilaku, dan lainnya.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa seorang pemimpin tidak pantas mendapat petunjuk dari umatnya, seorang pemimpin harus berpengetahuan dan memperoleh petunjuk sebelum umatnya. Bahkan Al-Qur’an menegaskan seorang pemimpin harus mendapat petunjuk langsung dari Allah swt, tidak boleh mendapat petunjuk dari orang lain atau umatnya.
Pemimpin dalam pandangan Al-Qur’an sebenarnya adalah pilihan Allah swt, bukan pilihan dan kesepakatan manusia sebagaimana yang dipahami dan dijadikan pijakan oleh umumnya umat Islam. Pilihan manusia membuka pintu yang lebar untuk memasuki kesalahan dan kezaliman. Selain itu, kesepakatan manusia tidak menutup kemungkinan bersepakat pada perbuatan dosa, kemaksiatan dan kezaliman. Hal ini telah banyak terbukti dalam sepanjang sejarah manusia.[1]
Akan tetapi dalam hal ini akan kami kaji tentang konsep kepemimpinan yang dijanjikan ( diamanatkan kepada Nabi Ibrahim ) oleh Alloh SWT tepatnya sebelum masa Nabi Muhammad SAW, kita mengetahui bahwa Nabi Ibrahim adalah Nabi yang mendapat cobaan dari Alloh yang sangat berat dengan berbagai macam, di balik itu semua ternyata Nabi Ibrahim dengan kesempurnaannya dapat melalui cobaan tersebut. Yang mana dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 124.
Berangkat dari beberapa keeterangan di atas, kami akan membahas lebih jauh tentang surat Al Baqarah ayat 124 tersebut. Dengan beberapa rumusan masalah sebagai berikut, bagaimana kandungan surat Al Baqoroh ayat 124? Apa yang melatar belakangi turunnya ayat tersebut? Bagaimana implikasi dari  ayat tersebut terhadap pendidikan? Dan apa pesan moral yang terkandung dalam ayat tersebut?
B.     Asbabun Nuzul
Dalam Tafsir Al-Mizan karya Allamah Thabathaba’i juz 1 hal. 273, diriwayatkan bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menerima Nabi Ibrahim as sebagai seorang hamba sebelum Dia mengangkatnya menjadi seorang mabi, mengangkatnya menjadi nabi sebelum Dia memilihnya menjadi rasul, mengangkatnya menjadi rasul sebelum Ia menjadikannya sebagai kekasih-Nya (Khalilullah), dan menjadikannya sebagai khalilullah sebelum mengangkatnya menjadi seorang imam. Dan setelah Allah menganugerahkan semua itu kepadanya, Dia berfirman: “Sungguh Aku telah mengangkatmu menjadi imam bagi seluruh manusia”. Karena imamah itu sangat agung baginya, maka beliau memohon kepada Allah: “Dan dari keturunanku juga!”. Kemudian Allah menjawab: “Janjiku ini (imamah) tidak akan dapat digapai oleh orang-orang yang zalim”. Selanjutnya Imam Ja’far berkata: “Orang yang bodoh tidak akan menjadi imam bagi orang yang bertakwa”.
Allamah Thabathaba’i mengatakan berdasarkan riwayat di atas, yang dimaksud dengan “Kalimat” dalam ayat ini adalah imamah Nabi Ibrahim as, Ishak dan keturunannya yang kemudian ia menyempurnakannya dengan imamah Muhammad SAW dan para imam Ahlul Bayt a.s dari keturunan Nabi Ismail as Kemudian Allah memperjelas persoalan ini dengan firman-Nya: “Sungguh Aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia.”
            Allah menguji Nabi Ibrahim dengan berbagai macam ujian, dimana ujian yang diberikan kepada beliau. Sebagai seorang Nabi, ujian yang diberikan kepada beliau tidaklah ringan. Misalnya perintah untuk menyembelih anaknya. Padahal sudah bertahun-tahun beliau menginginkan anak, dan Allah mengabulkan permintaan beliau ketika usianya sudah lanjut. Maka betapa sulit kita bayangkan beratnya ujian yang beliau hadapi ketika anak yang sangat disayanginya masih muda belia tiba-tiba diminta untuk disembelih.
Biasanya memang kalau kita menyenangi sesuatu ,maka Allah akan menguji apakah kesenangan terhadap sesuatu itu melengahkan ingatnya kepada Allah. Tentu saja memang kualitas ujian berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Jika kita menyukai sesuatu dengan berlebihan maka Allah pasti akan menguji.
Begitu pula ujian bagi Nabi Ibrahim saat ia diusir oleh bapaknya. Ia tidak lagi diakui anak oleh Azar sang bapak. Begitu pula saat ia menghadapi raja Namrudz. Semua berhala ia hancurkan dengan tangannya, kecuali yang paling besar. Dengan menyisakan patung yang paling besar, ia bermaksud untuk menyadarkan masyarakatnya melalui nalar mereka. Dalam AlQur'an juga memberitakan perjalanan Nabi Ibrahim dalam menemukan Tuhan yang pantas disembah dengan melihat jagad raya ini hingga ia mengagumi bulan, matahari dan sebagainya dan akhirnya ia menemukan bahwa hanya Allah lah Dzat yang pantas untuk disembah. Ia berkesimpulan bahwa semua benda-benda yang ia temukan tadi akan hancur dan lenyap, dan ada Dzat yang tidak hancur dan lenyap yakni Allah SWT.
Begitu pula ujian yang ia terima untuk membangun Ka'bah dan meninggalkan istrinya, Hajar, sendirian di tanah yang tandus Makkah bersama anaknya, Ismail. Padahal saat itu ia berdomisili di Syiria. Nabi Ibrahim menjenguk anak istrinya ini hanya 3,5 tahun sekali, akibat jaraknya yang jauh. Ia betul-betul luarbiasa dalam bertawakkal kepada Allah SWT.
C.     Kedudukan Ayat Al-Baqarah ayat 124
Menurut  Ibnu al-Hashshar, sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuthi, bahwa surah Al-Baqarah termasuk surah yang berjenis Madaniyyah. Adapun ciri-cirinya, yaitu :
1.      Isi surah berkenaan dengan masalah-masalah Tauhid ( Ketuhanan ), seperti tindakan Nabi Ibrahim yang mencari Tuhan (Alloh), Pada surah Al-Baqarah ayat 124 menunjukkan kisah Nabi Ibrahim As, yang diberi kepercayaan dari Alloh untuk menjadi pemimpin.

2.      Arah pembicaraan ditunjukkan kepada seluruh umat manusia baik mukmin maupun kafir,kecuali orang-orang  yang zalim.
Pada surah Al-Baqarah ayat 124 disebutkan bahwa ayat ini ditunjukkan kepada seluruh umat manusia, kecuali orang-orang yang zalim.

Hal ini juga berkaitan dengan klasifikasi ayat-ayat dan surah-surah al-qur’an, yang mempunyai beberapa Dasar, diantaranya[2] : 
a.       Dasar mayoritas, yaitu suatu surah yang apabila ayatnya panjang-panjang, maka  merupakan salah satu cirri dari surah Madaniyah. Sebaliknya, bila ayatnya pendek-pendek, maka salah satu cirri dari surah Makiyyah. Seperti contoh pada surat al Baqarah yang dimulai ayat 1-286.
b.      Dasar Kontinuitas, yakni  apabila  permulaan dari sesuatu surah diawali dengan ayat-ayat  Makkiyyah dan menampilkan tentang ketauhidan , maka surah-surah yang demikian dikategorikan sebagai surah Makkiyyah. Begitu pula sebaliknya, bila awal dari sesutu surah menampilkan masalah-masalah Hukum, maka ia disebut sebagai surah Madaniyyah.
Surat makkiyyah menunjukan cerita-cerita para Nabi dan umat umat terdahulu, baik menyangkut kejayaan maupun kehancuran (khususnya bagi umat umat itu). Dalam surat Al Baqarah 124 ini menunjukan kisah Nabi Ibrahim tentang kepemimpinanya untuk mengajarkan Ketahuidan kepada umatnya dan umat setelahnya.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[87] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia".
D.     Munasabah Ayat
Pada munasabah ayat menjelaskan tentang ayat-ayat yang masih mempunyai keterkaitan dari segi makna dengan QS Al Baqarah ayat 124. Disini disebutkan beberapa ayat yang masih mempuyai keterkaitan makna akni ayat yang membahas tentang kepemimpinan dalam Al Qur’an, diantaranya:
Q.S An Naml ayat 62
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)(62).
Q.S Al An’am ayat 165
Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(165).
Berdasarkan keterangan ayat di atas Allah menjadikan manusia sebagai Khalifah (pemimpin), sebagaimana Nabi Ibrahim yang di tunjuk oleh Allah untuk mengajarkan Ketauhidan kepada umatnya dan umat yang setelahnya.
E.     Grand Theory
1.      Pengertian Kepemimpinan
Ø   Secara Umum
 Pemimpin (imam) adalah seseorang yang ditunjuk untuk memiliki tanggungjawab memimpin oleh karena kodrat alamiahnya sebagai Manusia.[3]
Kepemimpinan menurut Kreiner  adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.[4]
Kepemimpinan merupakan satu ’seni’ yang mengarah kepada suatu proses untuk menggerakkan sekumpulan manusia menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak dengan cara yang tidak memaksa yakni karena mereka mau melakukannya.
1)            Fenomena kepimpinan dapat dijelaskan melalui konsep-konsep dasar berikut: Kepimpinan adalah suatu daya yang mengalir dengan cara yang tidak diketahui antara pemimpin dengan pengikutnya, mendorong para pengikut supaya mengerahkan tenaga secara teratur menuju sasaran yang dirumuskan dan disepakati bersama. Bekerja menuju sasaran dan pencapaiannya memberikan kepuasan bagi pemimpin dan pengikutnya.
2)            Kepimpinan juga mewarnai dan diwarnai oleh media, lingkungan, pengaruh dan iklim di mana dia berfungsi. Kepimpinan tidak bekerja dalam ruangan yang hampa, tetapi suasana yang diciptakan oleh pelbagai unsur.
3)            Kepimpinan sentiasa aktif, namun boleh berubah-ubah darjatnya, kepentingannya dan keluasan tujuannya. Kepimpinan itu bersifat dinamik.
4)            Kepimpinan bekerja menurut prinsip, methodologi dan matlamat yang pasti dan tetap. [5]
Ø   Secara Islam
Kepemimpinan dalam Al-Qur’an disebutkan dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan aplikasinya.[6]
2.      Ciri-ciri Pemimipinan Menurut Islam
Pemimpin dalam islam mempunyai beberapa ciri-ciri, diantaranya :
a.       Niat yang ikhlas
b.       Laki-laki
c.        Tidak meminta jabatan
d.       Berpegang dan konsistan pada hukum Allah
e.       Memutuskan perkara dengan adil
f.         Senentiasa ada ketika diperlukan
g.      Menasehati rakyat
h.      Tidak menerima hadiah
i.         Mencari pemimpin yang baik
j.         Lemah lembut
k.       Tidak meragukan rakyat
l.         Terbuka untuk menerima idea dan kritikan[7]

3.      Substansi Tafsir
Ujian-ujian yang dialami oleh Nabi Ibrahim
                                                                                  
"Dan (ingatlah) tatkala telah diuji Ibrahim aleh TuhanNya dengan berapa kalimat.
           Tidak dijelaskan dalam ayat ini, apa makna kalimat-kalimat itu, tidak diketahui juga melalui ayat-ayat ini dan atau melalui sunnah yang shahih, bagaimana Allah mengujinya.memang ada sejumlah pendapat tentang jenis ujian-ujian tersebut ada yang menyebutkan sepuluh macam ujian. [8]
            Dalam buku terjemahan dari Khawatir Qur’aniyah dijelaskan ujian dari Nabi Ibrahim As. adalah beliau diuji dengan penentangan ayahnya, penentangan kaumnya, di lemparkan ke dalam api, meninggalkan anak dan istri di gurun, menyembelih anak.[9]
Ujian-ujian tersebut juga dijelaskan  dalam QS. At Taubah ayat 112
QS. Al-Ahzab ayat 35
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (35).
4.      Teori Kepemimpinan
Beberapa teori tentang kepemimpinan
Ø  Teori  Traits
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial.
Ø  Teori Kharismatik
Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.[10]
5.      Implikasi Ayat Terhadap Teori Kepemimpinan
Bahwasanya dalam surat Al Baqarah ayat 124 mengisyaratkan bahwa kepemimpinan dan keteladanan harus berdasarkan keimanan dan ketaqwaan, pengetahuan dan keberhasilan dalam aneka ujian. Karena itu kepemimpinan tidak akan dapat dianugerahkan oleh Allah kepada orang-orang yang  zalim, yakni yang berlaku aniaya.
Dalam surat ini menjelaskan salah satu perbedaan yang menunjukkan ciri pandangan islam tentang kepemimpinan dengan pandangan-pandangan yang lain. Islam menilai bahwa kepemimpinan bukan hanya sekedar kontrak sosial, yang melahirkan janji dari pemimpin untuk melayani yang dipimpin sesuai kesepakatan bersama, serta ketaatan dari yang dipimpin kepada pemimpin, tetapi juga harus terjalin hubungan harmonis antara yang diberi wewenang memimpin dengan Tuhan. Yaitu berupa janjin untuk menjalankan kepemimpinan sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan-Nya. Ÿ
 (janjiku tidak mendapatkan orang-orang yang zalim), menunjukkan bahwa perolehan kepemimpinan lebih banyak merupakan anugerah, bukan upaya manusia. itulah sebabnya ayat tersebut menyatakan “janjiku tidak mendapatkan orang-orang yang zalim”, dalam arti bahwa mereka yang aktif mencari kedudukan , tetapi justru “janji” yang menjadi pelaku (subyek). Janji itu yang tidak menemui atau mendapatkan mereka.[11]
Dari penafsiran QS Al Baqarah ayat 124 bila dihubungkan dengan teori Traits yang beranggapan bahwa kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. 
 (janjiku tidak mendapatkan orang-orang yang zalim). Dalam ayat ini jelas diterangkan bahwa kepemimpinan dalam islam lebih kepada anugerah bukan kepada upaya manusia. Dan tidak mungkin Allah memilih seorang yang zalim sebagai seorang pemimpin. Maka hal itu sejalan dengan teori traits yang beranggapan kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpin. Karakter pemimpin haruslah baik yang meliputi aspek kepribadian dan kemapuan sosial. Kepribadian yang dimiliki seorang pemimpin yang dimaksud tentunya tidak zalim seperti yang tercantum dalam QS Al Baqarah ayat 124.
Ayat ini juga di dukung dengan teori kepemimpinan kharismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Identifikasi pribadi disini dapat diartikan  pengetahuan yang dimiliki seorang pemimpin, keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
F.      Pesan Moral
Dari penjelasan surat AL-Baqarah ayat 124 diatas dapat kita ambil pelajaran:
a)      Sebagai seorang pemimpin harus rela berkorban baik secara lahir maupun batin.
b)      Untuk menjadi pemimpin yang baik harus tabah dan sabar menahan cobaan dan ujian yang menghadang.
c)      Seorang pemimpin harus aktif  yakni mengetahui keadaan umat dan merasakan langsung penderitaan rakyatnya., dan seorang pemimpin harus melebihi umatnya dalam segala hal (keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah, keberanian dan keutamaan, sifat dan perilaku, dan aspek lainnya).
d)      Orang  yang zalim tidak akan dijadikan pemimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Quraish, Tafsir Al Misbah, Jakarta: Lentara Hati.2004
Khawatir Qur’aniyah: nazrat Fi Ahdaf suwar Al Qur’an, diterjemahkan oleh Khalid Amru,Pesona Al-qur’an dalam merantai surah dan ayat . Jatiwaringin : SAHARA publishers.2006
Usman, Ulumul Qur’an Cet. I Yogyakarta : Teras.2009
http://cahyaiman.wordpress.com/2010/04/16/kepemimpinan-dalam-perspektif-islam/
"http://syamsuri149.wordpress.com/2008/05/28/kepemimpinan-menurut-al-qur%e2%80%99an/" \o










[1] "http://syamsuri149.wordpress.com/2008/05/28/kepemimpinan-menurut-al-qur%e2%80%99an/" \o
[2] Usman, Ulumul Qur’an Cet. I (Yogyakarta : Teras,2009), 201-202.
[3] http://cahyaiman.wordpress.com/2010/04/16/kepemimpinan-dalam-perspektif-islam/
[8] Quraish Shihab,Tafsir Al Misbah(Jakarta,Lentara Hati,2004),302

[9] Khawatir Qur’aniyah: nazrat Fi Ahdaf suwar Al Qur’an, diterjemahkan oleh Khalid Amru,Pesona Al-qur’an dalam merantai surah dan ayat (Jatiwaringin,SAHARA publishers,2006),26
[11] Ibid,302-303